Manajemen Biosekuriti Terbaik

Berbicara masalah biosekuriti sama juga dengan membicarakan kehidupan kita sehari-hari. Biosekuriti dapat diartikan sebagai tindakan pencegahan masuknya kuman patogen / bibit penyakit (virus, bakteri, parasit, jamur). Contoh sederhana dan biasa kita lakukan setiap hari yaitu mandi atau mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan suatu pekerjaan.

Masih berhubungan dengan biosekuriti, banyak media cetak saat ini menyorot kerugian besar akibat Ebola Virus Disease / EVD. Penyakit yang pertama kali terjadi tahun 1976 dinegara-negara Afrika Guinea, Sierra Lion, Liberia, Nigeria dan sekarang sudah menjalar ke Senegal sebagai negara kelima terkena wabah. Diawali dengan demam, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sakit kepala ini biasanya diikuti dengan gejala mual, muntah dan diare, dapat ditularkan melalui kontak dengan darah / cairan tubuh hewan (monyet) atau manusia yang terinfeksi.

Untuk penanganan virus ini, Perserikatan Bangsa-Bangsa tertatih-tatih mengumpulkan dana amanah (trustfund) senilai 1 miliar dollar AS atau Rp. 12,2 triliun. Virus yang pertama kali tahun 2014 masuk ke Amerika Serikat saat memulangkan perawat volunternya dari Afrika karena diduga tertular penyakit ini, dicemaskan bisa menyebar ke Eropa dan Asia. Jelas terlihat biosekuriti berperan penting dalam penanggulangan penyakit ini dan penerapan yang tidak konsisten mengakibatkan kerugian yang besar.

Tercatat bahwa Pemerintah Maroko mundur sebagai tuan rumah Konfederasi Sepak Bola Afrika (CAP) dalam memperebutkan Piala Bangsa-Bangsa Afrika yang semula rencananya akan diselenggarakan tahun 2015, hal ini menyatakan biosekuriti juga mempunyai kaitan dengan kerugian / hilangnya peluang investasi / dana yang akan masuk.

Sebenarnya, penerapan biosekuriti yang ketat dan konsisten berarti juga mengurangi kejadian penyakit menjadi sekecil mungkin, sehingga kerugian ekonomi dapat diminimalkan.

Lalu, bagaimana halnya dengan pelaksanaan Biosekuriti di peternakan kita ? Dalam dunia peternakan khususnya peternakan unggas, penerapan biosekuriti bukan hal yang baru. Umumnya peternak unggas kita selain menerapkan biosekuriti dengan baik, juga melakukan tindakan supporting biosekuriti dengan cermat.

Salah satu contohnya adalah pemasukan bibit yang baik dari sumber terpercaya akan bibit unggul yang menerapkan biosekuriti. Juga pemasukan pakan, dimana selain memperhitungkan nilai nutrisi terkandung, sumber pakan diperoleh dari sumber / daerah bebas penyakit unggas. Pemasukan bibit atau pakan yang dari sumber yang salah atau tidak menerapkan biosekuriti akan riskan terhadap penyakit.

Manajemen kesehatan ternak erat kaitannya dengan biosekuriti, karena akan berdampak terhadap keberhasilan produksi ternak serta mengurangi resiko masuknya penyakit. Disini ada beberapa tips pelaksanaan biosekuriti yang baik untuk mencegah masuknya / menyebarnya kuman patogen / bibit penyakit :

Dhanang Closed House - Do Not Enter

  1. Pencegahan keluar masuknya orang :
    • Membuat tulisan jelas dan mudah terbaca (“DILARANG MASUK” atau “HANYA PETUGAS YANG BOLEH MASUK”)
    • Kandang ayam selalu dalam keaadaan tertutup dan hanya pekerja yang memiliki otoritas tertentu yang bisa membuka atau menutup
    • Jangan membolehkan tamu tak berkepentingan khusus memasuki daerah perkandangan. Tamu khusus yang berhubungan dengan masalah teknisi harus memakai baju luar untuk melindungi mereka maupun unggas kita dari kemungkinan kontaminasi silang
    • Semua rekaman tamu yang masuk (alamat, no telepon maupun instansi) sebaiknya disimpan dengan baik
  2. Pencegahan kontaminasi silang :
    • Petugas kandang sebaiknya memiliki baju, sepatu boots, topi dan sarung tangan khusus untuk bekerja di area kandang
    • Biasakan membasuh / mendesinfeksi tangan dan mengganti baju sebelum dan sesudah meninggalkan area perkandangan
    • Petugas kandang tidak mengunjungi flok unggas lainnya
    • Peralatan yang dibawa masuk untuk digunakan dalam kandang harus didisinfeksi sebelum dan sesudah keluar dari area perkandangan
    • Kendaraaan yang masuk area perkandangan juga didisinfeksi
    • Pemantauan juga diberlakukan bagi hewan liar seperti anjing, kucing, tikus dan burung liar
  3. Pengawasan pakan dan air minum :
    • Biosekuritas terhadap pakan dilakukan mengingat banyaknya agen penyakit dan toksin yang dapat mencemari makanan
    • Air merupakan sumber penularan penyakit seperti Salmonellosis dan Kolibasilosis. Pemeriksaan mutu air dapat berupa pemeriksaan kimiawi (kesadahan, metal, mineral) dan bakteriologis, atau secara kultur biakan
  4. Perawatan kandang :
    • Pencucian kandang ayam merupakan kegiatan biosekuritas yang paling berat. Segera setelah flok ayam diafkir dan liter diangkat keluar kandang, dilakukan pembersihan dan desinfeksi terhadap seluruh kandang dan lingkungannya
    • Pilihlah desinfektan (anti-mikrobial) yang sudah terdaftar dan memiliki nomor registerasi obat hewan. Sanitasi dimulai dari sabun tangan sampai dengan desinfektan semprot / kandang seperti golongan fenol (alkohol, lisol), chlorine, detergen, iodin. Untuk desinfeksi harian pada ayam, dapat menggunakan glutaraldehide
    • Beberapa desinfektan bekerja sendiri atau dikombinasi. Untuk kandang habis pakai dapat memakai formaldehide dicampur kalium permanganat
  5. Penanganan Limbah :
    • Kotoran ayam dan sekam basah, harus segera disingkirkan agar tidak mengundang lalat berkembang biak
  6. Pemeriksaan Laboratorium :
    • Walaupun kita sudah menerapkan biosekuriti dengan baik tidak ada salahnya secara berkala mengirimkan sampel darah ayam kita ke laboratorium yang sudah terakreditasi untuk mengetahui kondisi kesehatan ayam
    • Bila ditemukan penyakit segera mengirimkan sampel darah / ayam yang sehat / penyakit juga ke laboratorium kesehatan hewan

Kesimpulan

Biosekuriti merupakan cara efektif untuk menjaga sanitasi peternakan ayam kita. Program biosekuritas sebenarnya relatif tidak mahal tetapi merupakan cara efektif mencegah masuknya penyakit pada ayam. Dengan penerapan biosecuriti yang konsisten, peternakan dapat meminimalisir tingkat kematian pada ternak serta penularan penyakit.

Sumber :

Problematika Penyakit Ayam Pedaging

Banyak ayam pedaging punya masalah target panen tidak tercapai, selalu ada ayam kecil namun bukan kerdil. Penyakit yang banyak muncul adalah penyakit lama, namun gejalanya terkamuflase oleh infeksi sekunder sehingga penyebabnya sulit dipastikan. Beberapa kasus ayam yang sudah divaksin secara in ovo itu tidak kebal menerima tantangan virus lapangan. Mengapa dan bagaimana mengatasi semua problem ini ?

Sebagai dosen dan peneliti Laboratorium Patologi FKH IPB Bogor, Drh Hernomoadi Huminto MS banyak menerima sampel kiriman peternak untuk diperiksa secara laboratorium. Dari sampel ayam dengan berbagai gejala penyakit dan kelainan, yang sering diterima adalah ayam yang mempunyai masalah target panen tidak tercapai. Pada kondisi ayam pedaging sampel itu, ungkap Dr Her (panggilan akrabnya), “Selalu ada ayam kecil namun bukan kerdil”. Dengan otoritasnya sebagai dokter hewan pakar penyakit perunggasan, Drh Hernomoadi pun menganalisa masalah yang dijumpai pada peternakan dan ternak ayam pedaging ini. Menurutnya, banyaknya ayam kecil yang bukan kerdil ini, “Mungkin karena faktor manajemen”, ujarnya.

Lalu Dr Her pun menguraikan hal-hal lain yang sangat mungkin berpengaruh. Di antaranya adalah pakan. “Pakan mungkin berpengaruh”, ucapnya. Demikian pula dengan bahan bakar yang sangat dibutuhkan untuk pemanasan dan operasional kandang. Saat ini, “Bahan bakar sulit dan mahal”, katanya. Padahal bahan bakar ini sangat penting untuk menjadi sumber penghangat tubuh ayam terutama pada masa pengindukan atau pemanasan buatan alias brooding.

Masalah pemanas buatan untuk ayam itu ditengarai menjadi titik kritis pemeliharaan ayam yang akan berpengaruh selamanya pada kehidupan ayam di masa selanjutnya. Pengaruh harga bahan bakar yang mahal ini sangat dirasakan terutama oleh peternak kecil. Karena harganya yang mahal, banyak peternak yang memakai sumber panas alternatif. “Sekarang banyak peternak yang kembali memakai arang, lantaran harga minyak tanah yang mahal”, tulur Drh Hernomoadi.

Pembahan sumber panas juga berpengaruh pada konsistensi dan pengaturan panas yang juga terkait dengan ketekunan peternak. Jangan dianggap enteng, pengaturan pemanas yang tidak sesuai standar pada gilirannya nanti akan, “Berpengaruh pada panen ayam pedaging”, ungkap Dr Her. Tak mengherankan di masa panen muncul berat badan ayam pedaging yang di bawah standar dengan penampilan ayam yang kecil tadi.

Jangan dianggap enteng pula, dengan kondisi ayam yang kurang bagus pemeliharaannya lantaran berbagai faktor, sangat mungkin muncul penyakit-penyakit di peternakan ayam. Mungkin banyak faktor yang sudah dipenuhi, namun celah apapun dapat menjadi jalan masuknya bibit penyakit ayam yang ‘melahirkan’ penyakit pada ternak ayam pedaging.

Terkamuflasenya Penyakit Lama

Menurut Drh Hernomoadi Huminto MS, penyakit yang banyak muncul pada peternakan ayam pedaging adalah penyakit lama. Penyakit lama itu antara lain adalah CRD (Chonic Respiratory Disease), dengan kondisi pendukung utama adalah biosecurity yang kurang. Selain itu, lanjutnya, “Masih sering terjadi serangan penyakit Gumboro (IBD, Infectious Bursal Disease) yang ditandai dengan bursa fabrisius menjadi kecil”.

Sayangnya, tidaklah mudah menentukan diagnosa suatu penyakit di lapangan sehingga banyak peternak yang membutuhkan kepastian pendiagnosaan penyakit di laboratorium-laboratorium yang berkompeten seperti halnya Laboratorium Patologi FKH IPB yang dikepalai oleh Dr Her.

Gejala-gejala yang didapatkan pada penyakit-penyakit yang muncul di peternakan ayam pedaging umumnya terkamuflase oleh infeksi sekunder. Akibatnya untuk menilai kondisi serangan penyakit, penyebabnya akan sulit dipastikan”, tambah Dr Her.

Pasangan dari Drh Lies Parede MSc PhD dengan dikaruniai dua putra ini pun mengutarakan beberapa kemungkinan yang dapat menjadi penyebab adanya kamuflase penyakit oleh infeksi sekunder tersebut. Dia mengutarakan penyebab ini dengan melontarkan pertanyaan, “Apakah karena vaksinasi yang tidak tepat ? Misalnya penggunaan vaksin intermediate atau vaksin hot, apakah sudah tepat ?

Dan inilah yang ditengarai oleh Drh Hernomoadi sebagai hal yang paling kurang diperhatikan secara seksama oleh peternak. Yaitu, soal peneraan antibodi induk (maternal antibody). Banyak peternak yang menerapkan vaksinasi tanpa memperhatikan besar antibodi induk. Padahal, dalam vaksinasi, “Seharusnya peternak tahu berapa maternal antibodi ayam yang hendak divaksin, sehingga vaksinasi dapat tepat”, ujar Dr Her.

Lebih-lebih pada peternakan kecil, pakar kesehatan unggas ini menilai banyak peternakan yang menerapkan vaksinasi dengan patokan tidak tepat. Umumnya peternak melakukan program vaksinasi hanya berdasar perhitungan hari. Misalnya pada hari ke 10, 11 atau 12 melakukan vaksinasi tertentu. Hanya berdasar perhitungan hari tanpa mengindahkan perhitungan antibodi maternal, sangat masuk akal vaksinasi, “Kadang-kadang tidak tepat dan gagal”, ungkap Drh Hernomoadi.

Adapun dari pengamatannya terhadap perilaku peternak terhadap ternak ayam pedagingnya dalam operasional peternakan, beberapa kali dijumpai peternak membeli DOC sudah divaksinasi secara in ovo di hatchery atau masa penetasan. Harga dari DOC yang demikian lebih mahal daripada harga DOC yang tidak divaksin in ovo.

Harapan dari perlakukan pemberian vaksinasi in ovo itu memang ayam sudah punya kekebalan sehingga siap diternakkan dengan kondisi baik guna hasil yang terbaik pula. Namun, menurut pengamatan dan pengalaman Drh Hernomoadi Huminto MS, beberapa kasus yang masuk di Laboratorium Patologi FKH IPB, ayam yang sudah divaksin secara in ovo itu tidak kebal menerima tantangan virus lapangan.

Beberapa kasus lain yang dijumpai adalah AI (Avian Influenza, Flu Burung) dan ND (New Castle Disease atau Tetelo). Pada ayam yang kelihatannya dipelihara hingga mencapai bobot 2 kilogram atau lebih, Drh Her menyarankan harus direvaksinasi lagi. Berdasar penelitian, pengalaman dan pengamatannya terhadap ayam yang tidak kebal terhadap tantangan virus lapangan meski sudah divaksin in ovo, Drh Hernomoadi Huminto MS berkesimpulan, guna hasil terbaik pemeliharaan ayam pedaging, “Tidak bisa mengandalkan vaksinasi in ovo saja”, pungkasnya.

Sumber :

Beruntung Dengan Closed House (bag 2)

Adit dan lainnya sudah membuktikan bahwa bisnis perunggasan dengan Closed House memberikan keuntungan yang menggiurkan. Oleh karenanya, Adit tengah membangun Closed House baru di sebelah selatan Closed House lama.
Trio Plasma Sierad pun tak mau ketinggalan, mereka merencanakan untuk membangun Closed House baru. Sumiyana yang visinya membangun desa bahkan berencana akan menjual beberapa ekor sapinya yang dipiara sejak 2003 untuk membangun kandang keduanya.

Lain halnya dengan Yanuar Adhie Wibhowo yang seorang akuntan dan istrinya Yulia Fatiantini yang memulai membangun kandang ayam pada September 2012 lalu di Desa Candali, Kemang, Bogor. Berawal dari ingin coba-coba beternak ayam karena sepertinya cukup menguntungkan. Ia turun langsung dalam proses pembangunan kandang yang dirancang dua lantai dengan konstruksi Closed House dengan panjang 120 meter lebar 12 meter. “Dari awal kami memang ingin beternak dengan sistem yang lebih modern yaitu dengan kandang tertutup atau Closed House“, ujar Yanuar. Namun, lanjutnya, untuk peralatan belum digunakan Full Automotic karena kami masih ingin memberdayakan tenaga kerja warga sekitar. Jadi, baru air minum saja yang memakai nipple otomatis sedangkan tempat pakan masih manual serta untuk sirkulasi udara ditambah 7 buah kipas (fan).

Total tenaga kerja yang digunakan 4 orang, lebih banyak dari yang Full Automatic yang biasanya hanya 2 orang. Kandang yang digunakan baru lantai bawah dengan populasi 20.000 ekor, tetapi lantai atas dalam waktu dekat sudah bisa digunakan karena tinggal penambahan alat-alat saja. Ia mengaku untuk pembangunan kandang saja menghabiskan dana hampir Rp. 1 miliar belum termasuk pembelian peralatan sekitar Rp. 50 juta. “Biaya pembangunan kandang ini agak sedikit lebih mahal, karena kontruksinya memang disiapkan untuk 2 lantai“, jelas Yanuar.

Yanuar yang menjadi plasma dari sebuah perusahaan inti itu, kini masuk ke periode ke enam pemeliharaan. Pada periode pertama hasilnya hanya bisa menutupi biaya operasional, karena semua masalah terjadi saat itu. “Kami semua awam dalam beternak, ya saya juga pegawai kandang. Ayam terkena serangan penyakit CRD serta dihadapkan pula pada berbagai kendala non teknis seperti genset yang tidak menyala. Akibatnya kematian cukup tinggi saat itu. Tapi semuanya itu tidak membuat kami patah semangat justru menjadi pembelajaran untuk antisipasi di masa datang“, terang Yanuar. Pada periode kedua, sambungnya, mulai terasa nikmatnya beternak karena hasilnya menguntungkan, bagai bumi dan langit dibandingkan periode pertama. Kualitas SDM pun ditingkatkan, yang tidak serius kami ganti.

Beternak dengan sistem Closed House pada dasarnya hampir sama dengan kandang terbuka. Juga untuk program kesehatannya dengan menerapkan program kesehatan standar termasuk biosekuriti. Vitamin diberikan 3 kali selama masa pemeliharaan. Sedangkan vaksinasi sudah tidak lagi karena DOC sudah divaksin ND dan IBD dari hatchery, kecuali ada kasus tertentu baru di revak kembali.

Setelah panen kotoran dan sekam diangkat semua, kemudian kandang dicuci dengan deterjen, pakai obat anti frengki, kasih formalin, kemudian istirahatkan kandang selama 1 minggu. Setelah itu bisa diisi sekam lagi dan diformalin kembali. Tak lupa lingkungan kandang selalu dijaga kebersihannya dan rumput dipotong.

Penerapan biosekuriti yang cukup baik ini membuat Puri Handaru Farm pernah mendapatkan penghargaan dalam lomba biosekuriti yang diadakan oleh sebuah institusi.

Lebih lanjut Yanuar mengatakan bahwa beternak dengan sistem Closed House nyatanya lebih mudah dan menguntungkan asalkan dipelihara dengan aturan yang dianjurkan sehingga ayam menjadi nyaman sehingga produktivitas atau performa akan tercapai. Sistem Closed House menjadi pilihan untuk situasi iklim dan temperatur Indonesia yang cukup ekstrim.

Saat ini performa ternak Puri Handaru Farm cukup baik yaitu dengan kepadatan 1:14 kematiannya di bawah 4 persen, FCR terendah 1,3, IP tertinggi 383 di berat 1.98 dengan umur panen terakhir 34 hari. “Dengan FCR 1,48 saja atau dengan bobot 1,82 kg keuntungan per ekor Rp. 5000 atau Rp. 3500 setelah dipotong berbagai biaya operasional“, jelas Yanuar.

Namun keuntungan Rp. 5000 per ekor ini masih bisa dioptimalkan lagi dengan perbaikan manajemen budidaya terus menerus, kualitas sapronak yang lebih baik serta yang tak kalah penting adalah manajemen panen yang tepat waktu. “Karena pada sistem Closed House jika telat panen biaya lainnya jauh meningkat. Tidak hanya biaya pakan bertambah tetapi juga biaya listrik karena harus menggerakkan peralatan listrik di kandang seperti kipas. Jika manajemen panen mendukung, beternak dengan kandang tertutup akan jauh lebih menguntungkan dari kandang terbuka“, tuturnya.

Ia memperkirakan akan balik modal pada periode 12-14 atau dalam masa 2 tahun. Dengan catatan harus diisi dua lantai, jika tetap satu lantai akan memerlukan waktu lebih lama lagi. “Saya sedang mempersiapkan perijinan untuk bisa berkembang menjadi dua lantai. Semoga dalam waktu dekat bisa terwujud“, harap Yanuar optimis.

Ditambahkan pula oleh Huang, kandang percontohan yang berukuran 10 x 76 m dengan kapasitas 10.000 ekor ini hanya membutuhkan tenaga kerja satu orang. Prinsipnya, berapa kilogram pakan yang diberikan, berapa kilogram telur yang dihasilkan. Agar ini berjalan dengan baik, diperlukan teknologi yang baik pula. “Feeding trovel merupakan alat pembagi pakan yang dapat memberikan kemudahan bagi peternak. Pakan yang diberikan tidak tercecer, anak kandang pun tidak terlalu capek, karena alat ini dikontrol langsung. Sehingga anak kandang bisa mengerjakan pekerjaan yang lain. Waktu yang dibutuhkan alat pembagi pakan ini tidak lebih dari 8 menit. Memang sangat efisien“, aku Huang. Selain itu, tambahnya, proses panen telur dapat dimodifikasi dengan adanya lori (kereta dorong) di dalam kandang. Dengan adanya lori, aktivitas mengambil telur dapat dilakukan runtut dan lebih cepat.

Lebih lanjut Huang mengatakan, hal yang perlu diperhatikan membangun kandang tertutup pada layer adalah saat memasang nipple (tempat minum). Lantai yang rata adalah syarat utama agar nipple dapat bekerja dengan baik. Lantai yang bergelombang akan menyebabkan tekanan dalam pipa nipple berbeda, efeknya air minum akan tidak lancar. “Selain itu, lantai yang tidak rata juga memengaruhi ketepatan memasang baterai. Tempat minum sudah cukup otomatis dan sudah teruji. Anak kandang tidak perlu membersihkan setiap hari. Di sini juga kami menggunakan sistem flushing, yang dapat meminimalisir kotoran yang ada di air minum“, tuturnya.

Industri perunggasan, Huang menambahkan, saat ini sudah berkembang sangat pesat. Peternak pun mulai menyadari akan kebutuhan teknologi yang modern tersebut. Inilah yang menjadi alasan untuk kami terus mengembangkan usaha kami. “Lebih efisien, hemat tenaga kerja, produksi yang baik dan merata, adalah tujuan kami. Dan ini pun yang diinginkan peternak“, aku Huang.

Biaya yang dikeluarkan untuk produk-produknya pun terjangkau. Huang mengatakan untuk Closed House biaya yang dibutuhkan tergantung panjangnya kandang, semakin panjang maka semakin murah, karena kebutuhannya tetap. Untuk kandang yang panjang, biaya yang dibutuhkan sebesar Rp. 35.000/ekor, dan untuk kandang yang pendek biaya yang dibutuhkan sebesar Rp. 43.000/ekor, yaitu untuk kandang baterai, tempat minum, tempat makan berupa plat, rangka, dan alat pembagi pakan.

Lighting yang digunakan pun disesuaikan dengan kebutuhan. Menurut Huang, gelombang cahaya bisa mempengaruhi ayam dari warna lampu yang digunakan. Ada 3 efek dari gelombang cahaya yang mempengaruhi sifat ayam yakni kanibalisme, cabut bulu, dan banyak makan. Dan lampu yang digunakan pada kandang percontohan ini adalah untuk mengurangi kanibalisme.

Sumber : Trobos, Agustus 2013

Sumber : http://dhanangclosedhouse.com/beruntung-dengan-kandang-closed-house-bagian-2/

AI Terbaru Terus Memburu Dan Diburu

Muncul AI gejala baru ? Infovet melakukan investigasi serentak pada peternak, praktisi, dan ahli di borbagai wilayah di Indonesia. Hasilnya ? Anda akan dibawa pada suatu fenomena baru kasus AI tahun 2007, yang punya gambaran realitas berbeda (baca: ada perkembangan) dengan kasus Al tahun 2003-2004.

Ayam Potong Tidak Terbebas

Awalnya para pedagang ayam potong tidak tahu apa yang terjadi dibalik kematian lebih dari 80% jumlah ayam yang baru diangkut dari kandang milik peternak. Namun oleh karena kejadian itu terus berulang maka, akhirnya terkuak kasus itu adalah manifestasi semakin nyata kasus wabah penyakit Avian Influenza (AI) pada ayam potong.

Kasus penyakit yang sempat menggegerkan industri perunggasan domestik itu meski sudah memasuki tahun ke lima, selama ini lebih banyak menerjang ayam petelur. Sangat sedikit kejadiannya bahkan tidak setiap daerah dijumpai kasus penyakit itu pada ayam potong.

Beberapa waktu lalu para peternak ayam potong masih bisa membusungkan dada bahwa AI hanya menyerang ayam yang umur produksinya tua seperti ayam petelur. Dan ayam potong diasumsikan terbebas dan sergapan.

Dengan semakin merebaknya kasus AI pada ayam potong, menyebabkan hantaman bertalu-talu seperti rendahnya harga jual hasil produksi yang berlangsung cukup lama. Menurut Catatan Infovet selama lebih dari 6 minggu harga jual ayam besar sempat menyentuh setengahnya dari biaya titik impas. Pihak lain juga terjadi daya serap pasar yang terus melemah.

Drh. Wakhid N. dari PT Vaksindo Satwa Nusantara mengungkapkan kasus ini menjadi masalah serius yang harus diupayakan pemecahannya secara bersama seluruh stake holder, seperti peternak, pemerintah ataupun produsen vaksin dan obat-obatan hewan.

Upaya ini sangat mendesak dan penting agar kasus itu tidak semakin meluluh-lantakan industri perunggasan nasional, diperparah dengan ancaman akan masuknya produk unggas dari negeri manca.

Respon Peternak

Diceritakan oleh Wakhid banyak peternak juga pedagang ayam potong mengeluhkan wabah penyakit itu, yang nota bene selama ini disikapi oleh peternak ayam potong dengan dingin. Di Jogjakarta dan Jawa Tengah sendiri kasus penyakit itu pada ayam potong relatif belum menjadi masalah, namun di daerah lain sudah menjadi teror yang sangat menakutkan.

Teror yang menakutkan itu dapat diambil contoh kasus yang faktual terjadi belum lama ini di kawasan Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi. Seperti diutarakan Ir Dhanang Purwantoro dan PT Biotek Jogja yang pernah terjadi peternak ayam potong dengan populasi 60.000 ekor berumur 11 hari, nekad mengambil keputusan menumpas total populasi oleh karena kandang-kandang di sekitarya sudah terserang penyakit AI.

Argumen pemilik daripada menderita kerugian yang lebih besar di kemudian hari alias pada saat bertambah umur, maka langkah yang sengaja merugikan diri sendiri itu jauh lebih ringan. Langkah itu menurut pandangan umum adalah sebuah langkah “gila” tetapi justru rasional menurut si pelaku.

Kasus tersebut membuat jantung pelaku usaha budidaya perunggasan berdetak tak karuan. Oleh karena itu kebersamaan antar pemangku usaha itu menjadi sangat penting sekali.

Investigasi Infovet ke lapangan di Jogjakarta kasus penyakit itu sampai saat tulisan ini dibuat memang belum ditemukan. Namun di Jawa Tengah, khususnya di Purwokerto kasus itu sudah pernah ditemukan meski frekuensinya baru 4 kali dengan populasi yang relatif sangat kccil yaitu total populasi 4.500 ekor.

Ir Agus W alias “Suwingi” petugas lapangan yang banyak membimbing para peternak mengungkapkan umumnya kasus itu banyak terjadi di kawasan pantai selatan sekitar Gombong terjadi pada peternak mikro dengan populasi 1500 ekor per periode.

Berbeda dengan yang di Botabek yang terkuak karena komplain dari pedagang ayam, justru peternak dan Agus yang pertama kali menduga hal itu oleh karena penyakit AI.

“Ayam-ayam itu seminggu saat mau dipanen masih segar bugar dan nafsu makan biasa saja, tapi 2 hari kemudian langsung mati mendadak dengan total kematian mencapai 60% dari total populasi 1000-1500 ekor. Sava menduga hal itu mungkin karena ND. Namun kemudian ada sejawat Dokter hewan mendiagnosa kasus penyakit itu tak lain adalah AI”, ujar Agus.

Gejala Klinik Berbeda

Pada Pebruari 2007, tim Drh Agus Damar Kristiyanto Kepala Seksi Penjualan PT Romindo Primavetcom di Tangerang menjumpai kasus AI pada ayam broiler di Baleraja, dengan kematian 70 persen, dijumpai pada ayam umur 15 hari, 23 hari, dan saat panen.

Kondisi biosecurity peternakan di tempat itu cenderung ketat, namun ayam tidak divaksin. Khawatir kondisi itu terulang, peterak beramai-ramai menjual dan membagi-bagi ayamnya. Namun kondisi masing-masing peternakan, tidaklah sama.

Hikmahnya, peternak yang tidak pernah memakai vaksin AI pada ayam pedaging mau mencobanya. Pada anak ayam umur 1 atau 4 hari, dosis yang dipakai adalah 1/2 dosis untuk ayam petelur. Kemudian setelah ditest antibodinya pada umur 27 hari, tidak menunjukkan kena AI.

Menurut Drh Damar, kasus AI semacam itu saat itu belum muncul di Jakarta, diketahui tidak ada antibodinya. Namun perlu terus untuk dipantau.

Sedangkan di Jawa Timur, Drh Prabadasanta Hudyono dari PT Multibreeder Adirama Indonesia menuturkan menemui AI yang tergolong baru dengan kecenderungan berbeda dengan AI yang telah dikenal.

Pada kasus AI yang ditemui Maret 2007 suhu tubuh ayam rata-rata sangat tinggi.

Panasnya tubuh ayam dapat dibandingkan dengan kasus gumboro di mana suhu tubuh sangat panas. Kasus AI di Madiun dan Magetan Jawa Timur ini juga menyerang 2500 milik seorang peternak yang membuatnya sangat kehilangan.

“Kelihatannya AI pun punya generasi baru, tidak kalah sama Nissan (merek mobil) yang punya generasi baru”, Drh Praba mengambil perumpamaan. Menurutnya, tampaknya virus sudah mengganggu pusat pengaturan suhu tubuh, sehingga suhu tubuh panas sekali.

Keiika jari tangan dimasukkan kloaka hingga tuba fallopii untuk memeriksa telur, nyenggol daging di sekitar ginjal, jari tangan seperti dislomot (terkena bara panas) api. Telur, daerah tuba fallopii sangat panas. Ayam demam bersuhu lebih panas dari kasus-kasus terdahulu. Jenis antigennya membuat orang penasaran untuk mengetahui secara pasti.

Masih H5N1

Akibat serangannya, ayam kampung banyak yang mati. Pertama kali menemukan kasusnya, tim Drh Praba melakukan kroscek, hasilnya memang cenderung ada ciri baru, tapi tipe virusnya masih H5N1.

Namun virus H5N1 ini menyerang ke organ tubuh yang beda. Sifatnya pun masih HPAI (tipe ganas/Highly Photogenic Avian Influenza) bukan LPAI (Lowly hatogenic Avian Influenza/AI tipe tidak ganas).

Kasus ini mulai kelihatan di beberapa tempat. Pada kasus yang terjadi di Magetan, pada kandang yang terserang, ternyata dalam satu kandang terdapat ayam yang campur-campur jenisnya, ada ayam ras yang bercampur ayam kampung dan lain-lain. Belum ada kasus pada orang.

Panas tubuh yang sangat tinggi pada ayam ini. menurut Drh Praba merupakan manifestasi dari atresia ovari. Ayam yang dulu belum pernah di vaksin, belum nampak gejala. Namun setelah ayam divaksin, ada serangan baru, maka terjadi tarik-menarik kekuatan antara antigen dan antibodi secara luar biasa sehingga suhu tubuh meningkat drastis lantaran syaraf pusat di hipofisa terganggu. Akibatnya pengontrol suhu tubuh pun turun.

Menurut Prof Drh Charles Ranggatabbu MSc PhD, gejala itu muncul seiring perkembangan AI di mana ayam yang sudah vaksin AI dan diberlakukan biosecurity secara ketat. Dalam tubuh ayam antibodi virus ditekan terus, sehingga antibodi membentuk sistem perlawanan baru.

Dekan FKH UGM ini mengungkapkan, kasus ini berbeda dengan kasus tahun 2003-2004 yang kondisinya sama. Variasi pada kasus yang sekarang, mungkin terjadi variasi susunan genetik virus. Misalnya susunan asam amino 1-3, walau tipe virus ini masih HPAI. Akibatnya gejala klinis dan patologi klinis berbeda dengan yang terjadi pada kasus 2003-2004.

Kasus 2003-2004 gejalanya khas, dan tidak terjadi pada ayam broiler. Kasus pada ayam layer fase pertumbuhan dan remaja (pullet) pun tidak ada. Namun terjadi kematian ringan pada ayam layer yang menyebabkan penurunan produksi.

Kasus yang sekarang, secara patologi memang tidak ada gejala. Namun gejala klinis pada ayam petelur terjadi perdarahan di ovarium. Adapun pemeriksaan secara klinis dan patologi klinis, serologis titer AB tidak seragam.

Umumnya broiler yang tidak divaksinasi, begitu ada kontak dengan virus lapang, serangan susah dielakkan. Kematian pun tak dapat dihindari. Sementara itu, gejala perdarahan yang ekstensif tidak dijumpai pada ayam petelur dan ayam pedaging. Biosccurity mulai kendor.

Kasus AI pada ayam layer peternakan komersial, membuat peterak sangat tegang. Kematian ayam meningkat. Antigen virus itu diperiksa di laboratorium FKHU UGM, tipe virusnya masih HPAI H5N1.

Kasusnya ternyata tidak hanya terjadi pada ayam layer, tapi juga pada ayam broiler dan ayam buras pada petrmakan rakyat. Walaupun tipe virus juga H5N1, susahnya gejala klinis dan patologi klinisnya tidak spesifik seperti kasus AI pada tahun 2003 dan 2004.

Perubahan Molekular Serang Otak

Terjadinya variasi gejala dan patologi ayam pada kasus 2007 ini, menurut Prof Charles karena ada pergerakan dinamika molekularnya. Ada perubahan variasi 1-2 asam amino, 1-2 isolat dicurigai telah mengalami perubahan ini. Untuk penelitian ini diperlukan standar emasnya, standar penelitian terbaik.

Menurut Prof Charles, penelitian terhadap kasus demi kasus, terutama terhadap faktor selular dan bioselular virus, tidak bisa dengan pola dan cara seperti yang telah dilakukan, begitu saja terus-menerus. Perlu diteliti lebih dalam terhadap gen H dan N-nya, protein-protein lain, reseptor-reseptornya dan lain-lain yang sejauh ini belum dilakukan mengingat terbatasnya dana.

Untuk penelitian lebih canggih memang diperlukan kerjasama dengan berbagai institusi yang lebih maju, misalnya Biologi Molekular Balitbangkes dan dibutuhkan prakarsa ahli-ahli biologi. Juga dibutuhkan program yang lebih maju dan penelitian-penelitian canggih lain mengingat isolat-isolat bahan hewan di Indonesia jumlahnya banyak sekali. Kita pun tidak bisa menekuni dan mengelola bidang ini secara sepotong-sepotong seperti yang terjadi saat ini.

Dr Drh CA Nidom MS yang kini juga Wakil Dekan III FKH Unair ini, menuturkan kasus AI bergaya baru itu dalam analisanya sudah menyerang otak. Toksin atau racun dari virus itu sudah mengganggu termoregulator di otak. Akibatnya suhu tubuh yang ditimbulkan sangat tinggi dan dengan sendirinya mengganggu metabolisme.

Menurut Dr Nidom, akibatnya ada dua kemungkinan yang terjadi pada ayam, yaitu ayam itu dapat bertahan atau tidak dapat bertahan. Bila ayam dapat bertahan, produksinya akan turun Sedangkan ayam yang tidak bertahan akan mati.

Dr Nidom saat ini sedang mendeteksi ada hal aneh dengan perubahan itu. Saat ini tahap penelitian di laboratoriumnya, preparat virus masih ditanam pada telur, dan membutuhkan waktu sekitar 2-3 minggu untuk mendapatkan hasilnya.

Untuk kali ini kita tahu kecurigaannya, dengan menyerangnya virus ke otak/susunan syaraf pusat, kemungkinan dapat terjadi perubahan protein dan DNA dari virus sehingga dapat menembus barier syaraf di otak, menganggu termoregulator dan muncullah panas tinggi itu!

Adapun menurut Drh Lies Parede MSc PhD dari Balitvet Bogor, mungkin virus HPAI H5N1 dari daerah-daerah yang disebutkan para narasumber tadi sudah mengalami rekombinasi, dengan perbedaan kecil dibanding kasus pada tahun 2003. Analisa akurat menunggu hasil pemeriksaan dan laboratorium biologi molekuler.

Tentang pantat ayam yang dimasuki jari orang, ia menjelaskan, suhu badan orang adalah 37 derajad Celsius, sedang badan ayam 41 derajad Celsius. Dengan dimasukkannya jari orang ke dalam pantat ayam sudah tentu akan sangat panas. Apalagi bila ayam dalam kondisi demam bersuhu 42-43 derajad Celsius.

Di samping itu Dr Lies menganjurkan untuk perlakuan itu supaya berhati-hati sebab tangan itu dapat memasukkan kuman ke dalam tubuh ayam dan dapat mengakibatkan infeksi Salphingitis.

Menurutnya, serangan virus HPAI H5NI mengakibatkan septisemia dengan peradangan sistemik pada multi organ interna maupun eksterna. Maka timbulah demam seperti interleukin, TNF (Tumor Nekrosis faktoe Alfa), PGE-2 (Prostaglandin E-2) dan lain-lain.

Menurut penelitian Lab Patologi FKH IPB, sepanjang tahun 2003-2007 kasus HPAI H5N1 menimbulkan kerusakan patologi makro dan mikro yang sama, perdarahan multifokus organ, di antaranya ovum dari ovarium ayam yang bertelur dan enchepalitis pada otak dari multifokus nekrosis yang masih ditemukan.

Soal kerusakan otak ayam pada tahun 2003, sudah dikonfirmasikan oleh Lab Patologi FKH IPB dan BPPV Wates Yogyakarta dalam Konferensi Asosiasi Patologi Veteriner 2004 di Maros Sulawesi Selatan.

Analisa secara ilmiah virus tahun 2007 tersebut sudah mengalami rekombinasi. meski sifatnya masih serupa ganasnya dengan virus H5N1 tahun 2003. Sedangkan kejadiannya pada ayam juga masih serupa, yaitu pada ayam kampung, ayam aduan, ayam komersil petelur maupun pedaging dari berbagai umur.

Kembali ke Biosecurity

Soal pengendalian, menurut Dr Lies, sudah merupakan kenyataan bahwa virus HPAI H5NI dapat dikendalikan dengan vaksin, yaitu dengan vaksin holomog dan virus lapang. Dan pemilihannya, dianjurkan sebagaimana pencarian untuk vaksin pada manusia, vaksin AI mesti cocok, program tepat dan murah terjangkau peternak.

Munculnya kasus yang mengejutkan itu, menurut Prof Charles Ranggatabbu karena biosecurity mulai kendor. Terjadi perbedaan nyata antara layer divaksinasi dan biosecurity ketat dengan biosecurity yang jebol dan tidak dilakukan vaksinasi. Pada kondisi yang terakhir, kematian meningkat sangat tinggi.

Prof Charles mengingatkan bila ada kasus janganlah gegabah, Lalu jangan menjual hidup-hidup yang ayam terserang AI. Kotoran ayam yang sudah disimpan 1 minggu, harus dikeluarkan. Juga ketatkan kontrol lalu lintas. “Biosecurity adalah andalan. Tanpa itu ayam akan kena AI lagi”, tekan Charles. (Untung Satriyo, Yonathan Rahardjo)

Sumber : Infovet, Mei 2007

Sumber : http://dhanangclosedhouse.com/ai-avian-influenza-terbaru-terus-memburu-dan-diburu/